Jakarta, Maret 2014.
Kata orang, melupakan masa lalu itu sangatlah sulit. Tapi bagiku masa lalu bukanlah untuk dilupakan, tapi untuk tetap disimpan sebagai suatu kenangan yang manis atau pelajaran hidup. Dan lagi-lagi kata orang, masa depan itu adalah misteri, merancang masa depan sama susahnya dengan melupakan masa lalu.
Well, bisa dikatakan hidup ini adalah sebuah perjuangan, semua orang di dunia ini berjuang untuk hidupnya dan untuk masa depannya. Kadang kita terhanyut jauh ke dalam aliran kehidupan, berjuang mati-matian dan berdarah-darah dan kuatir dengan masa depan, sampai-sampai kita lupa bahwa selama ini DIA yang terus memberikan banyak peluang untuk kita. Terkadang kita sering menutup mata dan telinga terhadap peluang-Nya. Ketika kita berjalan lurus ke depan, kita terlalu melihat ke atas tanpa menoleh ke samping atau ke bawah dan itu terkadang membuat kaki tersandung dan terjatuh.
Akhir tahun 2013, sejak Papa dipanggil oleh Dia, aku banyak melakukan instropeksi diri, lebih peka untuk menyadari peluang-peluang yang Tuhan berikan, walaupun terkadang Dia lakukan dengan cara tersembunyi. Karena apa yang baru saja aku alami adalah sebuah waktu yang membuat aku harus menata ulang kehidupanku, menata ulang apa yang sering orang sebut dengan masa depan. Dan sekarang saatnya aku harus memulai kembali dari nol, menata hidupku.
Jakarta, Kota Metropolitan, sebuah kota dimana banyak orang datang untuk mengejar mimpi-mimpi mereka, katanya sih begitu. Dan sejak 2010, aku pun mengikuti mereka untuk merancang masa depan di Jakara. Terlihat jelas pundi-pundi materi yang tak terbatas disana, peluang karir yang gemilang, tantangan yang memicu adrenalin, pusat tumbuhnya teknologi yang cepat, dan membuat orang memiliki prestise yang tinggi akan dirinya. Itulah yang ada di benak aku ketika lulus kuliah.
times gone by and everybody's changing...
Semua pemahaman aku diatas telah berubah, ada beberapa alasan yang subjektif dan objektif. Tapi intinya aku ingin kembali hidup di pinggiran kota dan kembali menikmati kehidupan desa, mungkin seperti waktu aku kuliah dulu. Hidup penuh kesederhanaan dan banyak cinta. Entahlah, aku tidak tahu, apakah ini sebuah kemajuan cara berfikir atau sebuah kemunduran? Ketika otak ini dibuka ternyata banyak pemikiran yang terlewatkan. Mata hanya bisa melihat dengan terbatas dan telinga pun juga hanya bisa mendengar dengan terbatas. Apa yang dilihat oleh mata dan apa yang didengar oleh telinga kadang tidak sesuai dengan kenyataannya. Terbuai oleh janji materi dan mimpi-mimpi akan karir yang cemerlang membuat aku nyaris melupakan tujuan hidup yang sebenarnya.
Aku membayangkan suara kicau burung di pagi hari, angin semilir masuk ke dalam rumah, landscape hijau yang menyejukkan mata, udara segar yang menari-nari masuk ke dalam paru-paru, keheningan yang menyatu dalam yoga, secangkir teh di sore hari, senyuman hangat dari para tetangga, travelling, melukis, memotret, membuat lagu, menyanyi, tertawa, berkreasi tanpa batas, dan memeluk mereka yang kucinta.
Sebuah masa depan. Godspeed.
No comments:
Post a Comment